Uncategorized

Selaksa Cahaya Berpendaran

Pipiet Senja #CintaDalamSujudku Menjelang pagi itu ada dua nyawa yang tengah berjuang di ruang operasi RSU Sumedang. Tim dokter yang diperkuat dokter Suebu Bowa, dibantu para perawat telah berjuang pula semampu mereka. Namun, semuanya hanya tunduk kepada Sang Takdir. “Bagaimana keadaan mereka, dokter?” Bimo menyambut Suebu dan Haekal yang beriringan keluar dari ruang operasi. Kedua...

Dunia Miring-Miring #22 Dalam Semesta Cinta

Pipiet Senja Dunia Miring-Miring Kalau diingat ingat lagi, sepertinya sepanjang perjalanan hayatku banyak nian peristiwa luka. Namun, ternyata banyak juga kejadian geli geli sedap, Sodara.  Mulai dari penyakit bawaan, punya suami aneh nyeleneh skizoprenia akut, sering di KDRT, cerai sampai kini menjadi bulan bulanan Cebi. Umur 17, dinyatakan tak ada harapan hidup dengan seabreg komplikasi....

Suatu Hari di Pengadilan Agama #21 Dalam Semesta Cinta

Masih pagi sekali sudah memasuki kawasan perumahan real-estate Grand Depok City. Dari pintu gerbang, setelah turun dari angkot, kupanggil abang ojek agar mengantarku menuju kantor Pengadilan Agama. Melintasi bangunan-bangunan megah dan pepohonan asri, tampak jalanan masih lengang. Sejuk dengan nuansa yang bersih, sejenak menghanyutkan sesak di dada, dan jantungku yang belakangan kerap mengganggu. Setelah melewati...

Jalan Panjang Menuju Pulang

Pipiet Senja Sinopsis Frankie dan Fatin berkenalan di dunia maya. Mereka sering chatt online, saling berkirim foto dan video. Fatin lugu sekali, sangat percaya kebaikan hati Frankie yang mau membeli seluruh aset yang dimilikinya, peninggalan mantan suami. Frankie melamarnya menjadi istrinya, dan memintanya datang ke Belanda. Demi menyelamatkan anaknya dari kejaran keluarga mantan suami, Fatin...

Kemerlip Langitku #20 Dalam Semesta Cinta

Anno, 1993 Setelah operasi pengangkatan kista di rahim, kuputuskan membebaskan diriku dari IUD yang memang sering bermasalah. Kalau bukan rasa nyeri di dinding rahim, tentu menstruasiku berlebihan, tak jarang sampai dua kali dalam sebulan. Umurku 36 tahun saat itu, limpaku membengkak dengan penyakit bawaan yang mengharuskanku ditransfusi secara berkala. Ketika melahirkan dua anak sebelumnya, aku...

Bintang Pun Tersenyum #19 Dalam Semesta Cinta

Bintang Pun Tersenyum Haekal berumur sembilan tahun, kelas empat SD, selalu peringkat pertama. Anak ini melimpahiku dengan banyak prestasi, kebanggaan dan kebahagiaan tak teperi. “Kata dokter, sekarang Mama lagi hamil, Nak,” aku berkata sambil mengusap kepalanya, siang itu sepulang Haekal sekolah. Anak laki-laki yang nyaris tak pernah membuat ibunya bersusah hati itu mengangkat kepalanya, memandangi...

Beruntunglah Ada Si Buah Hati #18 Dalam Semesta Cinta

Anno, 1984 Hari demi hari kulakoni takdirku berdua anakku semata wayang, sebagai seorang ibu, seorang janda, seorang penulis, single parent. Telah banyak air mata tertumpah, maka tak ingin lagi kubuang waktu percuma! Berdua anakku, aku akan mengetuk satu demi satu kantor redaksi, menjajakan karya-karyaku berupa; cerpen, artikel, cerita bersambung dan novelet. Minimal dua kali dalam...

Ungu Hariku Jingga Hatiku #17 Dalam Semesta Cinta

Keadaan pernikahan tidaklah menjadi membaik setelah ada anak. Acapkali aku menangisi anakku, apabila ayahnya tanpa tedeng aling-aling menuduhku, apa yang disebutnya sebagai; melahirkan anak di dalam rumah tanggaku. Usia 11 bulan anakku ketika aku jatuh sakit dan tetirah di rumah orang tuaku. Ketika pulang kutemukan jejak perselingkuhan yang sangat keji kurasai, dan amat melukai hati...

Kemerlip Langitku #16 Dalam.Semesta Cinta

Anno, 1989Setelah operasi pengangkatan kista di rahim, kuputuskan membebaskan diriku dari IUD yang memang sering bermasalah. Kalau bukan rasa nyeri di dinding rahim, tentu menstruasiku berlebihan, tak jarang sampai dua kali dalam sebulan. Umurku 36 tahun saat itu, limpaku membengkak dengan penyakit bawaan yang mengharuskanku ditransfusi secara berkala. Ketika melahirkan dua anak sebelumnya, aku harus...

Nostalgia Gila #15 Dalam Semesta Cinta

Anno, 1981Pesta pengantin ala Sunda usai sudah. Pukul sembilan malam, suasana rumah di Gang Margaluyu 175 itu lengang, sunyi senyap. Tak ada lagi orang lalu-lalang, wara-wiri… Pendeknya sepi nian, bagaikan di kuburan ‘kali, yah! “Kita berangkat pukul dua nanti, Piet,” berkata lelaki itu, sosok yang telah resmi menjadi suamiku, sepuluh hari yang lalu. Dan keluargaku...